Sunday, February 14, 2010

White-Collar Crime

tulisan ini dibuat sebagai tugas untuk mata kuliah Enterprise and White-Collar Crime.
dlarang keras mengutip tanpa penulisan sumber yaa....

White-collar crime adalah suatu kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki status sosial tinggi dalam rangkaian dari jabatannya (Sutherland, 1940). White-collar crime atau biasa disebut dengan kejahatan kerah putih adalah suatu bentuk kejahatan yang dilakukan oleh seorang individu ataupun kelompok yang memiliki status sosial yang tinggi dan terkait dengan pekerjaannya. Jadi seseorang disebut telah melakukan white-collar crime apabila ia melakukan suatu tindakan kejahatan dengan memanfaatkan kewenangan atau kekuasaan yang ia miliki yang berhubungan dengan pekerjaannya. Fokus utama dari white-collar crime adalah masalah sosial dan ekonomi. Karena permasalahan white-collar crime pasti berhubungan dengan masalah sosial dan biasanya juga terkait masalah ekonomi.
Konsep white-collar crime yang terkenal dari Sutherland, yaitu kejahatan yang dilakukan oleh orang terhormat yang berhubungan dengan pelaksanaan jabatan pekerjaannya yang sah.1 Jadi sesuai dengan konsep Sutherland tersebut, dapat diartikan bahwa white-collar crime dilakukan oleh para pelaku profesional yang terhormat. Pelaku tersebut menjadikan tindakan yang dilakukannya tersebut sebagai cara untuk mencari nafkah, sehingga pada akhirnya mencapai tahapan profesional yang diakui oleh pelaku-pelaku sejenisnya. Dalam tahapan profesional ini pelaku tidak lagi mudah tertangkap karena pelaku tersebut memiliki kekuasaan yang terkait dengan kedudukannya dalam pergaulan kelas atas. Dalam kasus white-collar crime tertentu, para pelakunya tidak mengakui bahwa dirinya adalah sebagai penjahat, tetapi mereka mengakui bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah tindakan yang melanggar hukum. Kejahatan yang dikategorikan sebagai white-collar crime tidak didasarkan pada bentuk tindakan yang merugikan tetapi lebih diutamakan didasarkan pada ciri pelakunya.2
Fokus awal adalah pada pelaku dari white-collar crime itu sendiri, yaitu white collar criminals. Definisi dasar dari konsep white-collar crime mengacu pada pelakunya, yaitu “orang dari kelas sosial ekonomi tinggi yang melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum yang dibuat untuk mengatur pekerjaannya” (Sutherland, 1968:58). Pada dasarnya bentuk white-collar crime lebih merugikan dibandingkan dengan bentuk kejahatan konvensional. Karena biasanya white-collar crime dilakukan dalam skala yang lebih besar karena memang para pelaku white-collar crime berasal dari anggota kelompok sosial ekonomi tinggi. Ini jauh berbeda dengan kapasitas kemampuan dan kekuasaan dari para pelaku bentuk kejahatan konvensional yang banyak berasal dari anggota kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah.
Ada beberapa tipologi dari white-collar crime. Tipologi tersebut antara lain: white-collar crime yang terjadi antara individu terhadap individu, pekerja terhadap pekerjaannya, pembuat kebijakan terhadap pekerjanya, agen korporasi terhadap agen publik (masyarakat), dan yang terjadi antara pedagang terhadap pembelinya (Bloch dan Geis, 1970, p. 301). Contoh dari white-collar crime yang terjadi antara individu terhadap individu adalah dokter terhadap pasiennya. Dalam pembuatan resep, seorang dokter bisa saja menuliskan resep dimana obat-obatan yang ada dalam resep tersebut hanya dapat ditebus di apotek milik dokter tersebut, maka secara tidak langsung jika pasiennya membeli obat-obatan di apotek milik dokter tersebut, sang dokter dapat menerima keuntungannya. Contoh lain dari white-collar crime yang terjadi antara individu terhadap individu adalah penasehat hukum atau pengacara terhadap kliennya.
Sedangkan contoh dari white-collar crime yang terjadi antara pekerja terhadap pekerjanya adalah penggelapan barang milik seorang karyawan yang dilakukan oleh atasannya sendiri. Misalnya, X adalah seorang pembantu rumah tangga dari Y, Y “meminjam” barang milik X tanpa mengembalikannya, dengan alasan bahwa Y menganggap dirinya memiliki kekuasaan atas X, karena Y merasa stasus sosialnya lebih tinggi dibandingkan dengan X. Contoh dari white-collar crime yang dilakukan oleh pembuat kebijakan terhadap pekerjanya adalah kasus ketiadaan kejujuran. Misalnya, seorang pembuat peraturan kerja pada perusahaan X, terlepas dari hak atau wewenangnya untuk membuat peraturan, ia juga mengatasnamakan peraturan sebagai demi kesejahteraan buruh, walaupun sebenarnya keuntungan pribadi dan keuntungan perusahaanlah yang menjadi tujuannya. Jelas hal ini adalah merupakan suatu bentuk penipuan.
Sedangkan contoh dari white-collar crime yang terjadi antara agen korporasi terhadap agen public (masyarakat) adalah bentuk penipuan iklan. Misalnya, perusahaan jasa telekomunikasi yang memasang iklan di media cetak dan media massa dengan mengobral janji biaya semurah-murahnya, tetapi dibalik iklan yang menarik tersebut terselip syarat-syarat dan ketentuan yang berlaku yang tidak dijelaskan secara gamblang. Tidak jarang syarat-syarat dan ketentuan tersebut hanya ditulis kecil-kecil dipojok iklan yang sulit untuk dibaca pelanggan. Dan ini merupakan bentuk penipuan terhadap pelanggan.
Sedangkan untuk tipologi yang terakhir yaitu white-collar crime yang terjadi antara pedagang terhadap pembelinya, contohnya adalah penipuan terhadap pelanggan. Misalnya dalam kasus penimbunan minyak tanah. Dalam kondisi minyak tanah yang sedang langka banyak terdapat oknum-oknum pedagang yang dengan sengaja menimbun minyak tanah, dan ketika ada pembeli yang datang mereka mengatakan bahwa minyak tanah telah habis. Dengan begitu harga minyak tanah akan melambung tinggi, dan pada saat itulah para pedagang tersebut kemudian baru akan menjual minyak tanah yang telah mereka timbun tersebut.
Ada beberapa variasi definisi dari bentuk white-collar crime. Variasi definisi tersebut antara lain: Avocational Crime, Corporate Crime, Economic Crime, Occupational Crime, Organizational Crime, Professional Crime, Upperworld Crime dan Cyber Crime.3 Avocational Crime adalah suatu bentuk kejahatan yang menolak pandangan dari masyarakat atas cap sebagai penjahat, dilakukan oleh seseorang yang tidak memikirkan dirinya sendiri sebagai seorang penjahat dan dimana sumber utama dari status atau pendapatan itu adalah sesuatu selain dari kejahatan (Geis, 1974a, p. 273). Corporate Crime adalah suatu bentuk kejahatan yang terdiri dari pelanggaran-pelanggaran yang dijalankan oleh pejabat-pejabat korporasi untuk perusahaan-perusahaan mereka dan pelaku-pelaku dari korporasi itu sendiri (Clinard and Quinney, 1973, p. 188). Economic Crime adalah suatu bentuk kejahatan yang mengacu pada segala bentuk yang bukan kekerasan, aktivitas ilegal yang secara prinsipnya melibatkan penipuan, penyajian yang keliru, penyembunyian, manipulasi, pelanggaran kejujuran, berdalih, dan penolakan ilegal terhadap peraturan (American Bar Association, 1976).
Occupational Crime adalah suatu bentuk kejahatan yang terdiri dari pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh individu-individu untuk diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan pekerjaan-pekerjaan mereka dan pelanggaran-pelanggaran dari para pekerja yang melawan terhadap majikannya (Clinard and Quinney, 1973, p. 188). Organizational Crime adalah bentuk kejahatan yang melibatkan tindakan-tindakan ilegal yang diambil sesuai dengan tujuan-tujuan organisasional operatif yang secara serius (baik secara fisik maupun secara ekonomi) membahayakan pekerja-pekerja, para pelanggan, atau pun masyarakat umum (Schrager and Short, 1978, pp. 411-412).
Professional Crime adalah suatu bentuk kejahatan yang merupakan tingkah laku ilegal demi keuntungan ekonomi atau bahkan untuk sebagai mata pencaharian ekonomi yang melibatkan suatu karir kriminal yang sangat berkembang, kemampuan yang sangat tinggi, status tinggi diantara pelaku-pelaku kriminal, dan deteksi yang dapat dihindarkan secara sukses dengan adil (Clinard and Quinney, 1973, p. 246). Upperworld Crime adalah suatu bentuk kejahatan yang mengacu pada tindakan-tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh mereka yang terkait dengan posisi mereka didalam struktur sosial, telah memperoleh macam-macam spesialisasi dari celah-celah pekerjaan yang penting bagi jabatan dari para pelaku pelanggaran (Geis, 1974b, p. 114). Cyber crime adalah suatu bentuk kejahatan yang merupakan tindakan yang merugikan masyarakat yang diakibatkan oleh perkembangan teknologi maya atau kemajuan telematika.
Ada beberapa hal yang membedakan white-collar crime dengan kejahatan konvensional. Hal dasar dari pembedaan diantara keduanya adalah bahwa pada white-collar crime umumnya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki status sosial tinggi, sedangkan kejahatan konvensional pada umumnya dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari golongan status sosial menengah sampai rendah. Contoh bentuk nyata dari kejahatan konvensional ini adalah kejahatan jalanan. Hal lain yang membedakan antara white-collar crime dengan kejahatan konvensional adalah biasanya pelaku white-collar crime memiliki status ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan para pelaku dari kejahatan konvensional. Bentuk white-collar crime pun harus selalu terkait dengan pekerjaan dari pelakunya, sedangkan bentuk kejahatan konvensional tidak harus selalu terkait dengan pekerjaan dari pelakunya.
Hal-hal yang membedakan antara white-collar crime dengan kejahatan konvensional juga dapat disebutkan bahwa anggota kelas sosial ekonomi atas yang banyak menjadi pelaku white-collar crime pada umumnya memiliki kekuasaan politik dan finansial yang lebih besar, sedangkan anggota kelas sosial ekonomi rendah yang banyak menjadi pelaku kejahatan konvensional pada umumnya memang memiliki kekuasaan politik dan finansial yang lebih rendah. Ada hal lain yang lebih mendasar dari perbedaan bentuk white-collar crime dengan bentuk kejahatan konvensional, yaitu bahwa bentuk white-collar crime sangat lebih merugikan masyarakat dibandingkan dengan bentuk kejahatan konvensional. Karena pada umumnya para pelaku white-collar crime melakukan tindak kejahatannya tersebut dalam skala besar secara nominal.

1 Mustofa, Muhammad, Kriminologi: Kajian Sosiologis Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum (Depok: FISIP UI Press, 2007), hal. 82-83.
2 Mustofa, Muhammad, Kriminologi: Kajian Sosiologis Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang dan Pelanggaran Hukum (Depok: FISIP UI Press, 2007), hal. 127.
3 Hagan, Frank E., Introduction to Criminology: Theories, Methods and Criminal Behavior (Chicago: Nelson Hall, 1986), p. 101.